Minggu, 19 Mei 2024

Libur Cuti Bersama Terancam, Bos-Bos Pengusaha Teriak ke Jokowi


 JAKARTA, mataperistiwa.com - Para pengusaha di Indonesia telah meminta pemerintah untuk menghapus kebijakan cuti bersama atau menghapus libur untuk bidang usaha tertentu. Mereka pun telah meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan dalam hal tersebut.

Menurut mereka, cuti bersama karyawan di bidang usaha tertentu memiliki efek domino yang bisa mengganggu kegiatan ekonomi usaha lainnya.

Hal itu disampaikan pengusaha nasional saat merespons kemacetan parah yang sempat terjadi di jalur menuju pelabuhan Tanjung Priok pada Rabu (15/5/2024) kemarin.

Pasalnya kemacetan horor truk-truk kontainer di Jl. Raya Yos Sudarso - Sulawesi dan Jampea Tanjung Priok itu sebagai dampak dari libur panjang di pekan sebelumnya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno kepada CNBC Indonesia pekan ini menyebut Pelabuhan Laut Tanjung Priok atau mana pun yang melayani impor dan ekspor seharusnya buka selama 24 jam dan 7 hari dalam seminggu.

"Tidak ada libur karena jadwal kapal luar tidak mengikuti waktu libur Indonesia," katanya.

Ia menyebut perlu ada peraturan dari pemerintah agar tak ada libur bagi kegiatan usaha terkait pelayanan publik. Benny menyebut regulasi dimaksud cukup berupa Keputusan Presiden (Keppres).

"Keputusan Presiden saja, untuk pelayanan publik jangan pernah ada libur dan 24 jam. Kan masyarakat tidak libur dari aktivitas sebagai manusia, petugasnya bisa diatur hari dan jam kerjanya," ujar Benny.

Hal senada disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan. Ia mengatakan kemacetan yang terjadi kemarin adalah efek libur panjang.

"Libur panjang ini sebetulnya nggak perlu diberlakukan untuk sektor logistik. Karena begitu terhenti, lalu dibuka, jadinya menumpuk," kata Gemilang kepada CNBC Indonesia.

Dia menjelaskan di Pelabuhan Tanjung Priok kapal ekspor memiliki waktu lima hari atau 120 jam sebelum closing time. Artinya bila terpotong cuti bersama, misal 3 hari, maka tersisa 48 jam dan menyebabkan penumpukan. 

"Bayangkan, space 1 kapal itu 2.500-5.000 TeUS, berarti ada sekitar 5.000 truk yang harus masuk. Yang tadinya itu 5 hari jadi 2 hari, kan nggak mungkin," jelasnya.

Belum lagi, lanjut Gemilang, karena terbatasnya waktu, akan memicu keterlambatan hingga menyebabkan terkena penalty dwelling time. Hal ini dialami oleh kapal-kapal pembawa barang impor.

"Nah ini akan merugikan pemilik barang. Karena ujung-ujungnya penalty itu akan dibebankan ke pemilik barang. Penalty itu besarnya 900% dari tarif resmi. Jadi, kalau kapal impor itu bongkar muatannya dikasih waktu gratis selama 3 hari. Tapi kalau lebih dari situ kena denda, penalty, dwelling time. Ini memberatkan pemilik barang," ungkap Gemilang.

Dia pun meminta pemerintah membuat aturan dengan kajian mendalam. Sebab, imbuh dia, kebijakan libur bersama ini juga menyangkut pekerja pabrik. Di mana, sesuai ketentuan, pekerja pabrik yang bekerja di hari libur akan mendapatkan upah overtime (lembur).

"Nah, pabrik pasti nggak mau dan tentu meliburkan pabriknya kalau ada libur. Tapi, kalau ada libur, pabrik itu juga pasti akan buru-buru mau melakukan pengiriman barangnya. Jadinya, bisa memicu penumpukan lagi karena ramai-ramai mau buru-buru melakukan pengiriman barang," sebutnya.(red.I)

0 komentar:

Posting Komentar