Rabu, 18 Desember 2024

Geger Petisi Tolak PPN 12%, Dukungannya Capai 90 Ribu Tanda Tangan

 


Jakarta, mataperistiwa.com – Sebuah petisi online yang meminta pemerintah membatalkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 kini tengah menjadi perbincangan hangat. Petisi berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” ini diinisiasi oleh akun Bareng Warga sejak 19 November 2024 dan telah mengumpulkan 92.557 tanda tangan hingga berita ini ditulis. Jumlah tersebut terus bertambah dengan target mencapai 150.000 dukungan.

Inisiator petisi berpendapat bahwa rencana kenaikan PPN akan memperburuk kondisi ekonomi masyarakat, terutama di tengah daya beli yang terus melemah sejak Mei 2024. “Jika PPN dipaksakan naik, daya beli masyarakat tidak lagi sekadar merosot, tetapi akan terjun bebas,” bunyi petisi tersebut.

Selain itu, mereka menilai kebijakan tersebut tidak tepat waktu mengingat masih tingginya angka pengangguran di Indonesia. Petisi ini juga menyerukan pemerintah untuk mencabut ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) terkait kenaikan PPN, demi mencegah dampak sosial dan ekonomi yang lebih buruk.

Sri Mulyani Jelaskan Kebijakan PPN

Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa tarif PPN 12% akan diberlakukan secara umum mulai 2025. Meski begitu, beberapa produk kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, dan telur tetap dikenakan PPN 0%. Selain itu, barang-barang tertentu seperti tepung terigu dan minyak goreng curah akan dikenakan PPN 11% dengan subsidi dari pemerintah sebesar 1%.

Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa PPN 12% akan diterapkan terutama pada barang mewah, sesuai usulan DPR RI. “Kami sedang menyisir daftar barang dan jasa kategori premium, seperti rumah sakit VIP dan pendidikan internasional dengan biaya tinggi,” jelasnya.

Kebutuhan Pokok Bebas Pajak

Pemerintah mengingatkan bahwa kebutuhan pokok dan jasa esensial seperti pendidikan, kesehatan, angkutan umum, serta jasa keuangan tetap bebas pajak. Hal ini dilakukan untuk melindungi masyarakat menengah ke bawah dari dampak kenaikan PPN.

Meski begitu, polemik terkait kebijakan ini masih bergulir, dengan petisi yang terus mendapatkan perhatian luas dari masyarakat. Apakah tekanan publik akan mempengaruhi keputusan pemerintah? Hanya waktu yang akan menjawab. (Red. B)

 

0 komentar:

Posting Komentar