Pandeglang, – Generasi Muda Mathla’ul Anwar (Gema MA) Kabupaten Pandeglang menyampaikan protes keras kepada Kementerian Agama (Kemenag) setempat melalui surat permohonan klarifikasi. Protes ini dilatarbelakangi oleh tidak dicantumkannya nama Ormas Mathla’ul Anwar (MA) beserta seluruh badan otonomnya (banom) dalam surat undangan resmi kegiatan Kick Off Hari Santri Nasional (HSN) 2025.
Surat bernomor 045/Dpd-Gema-MA-Pdg/X/2025 yang ditujukan kepada Kepala Kemenag Pandeglang, H. Lukmanul Hakim, itu menyatakan kekecewaan yang mendalam. Dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris DPD Gema MA Pandeglang, pada 13 Oktober 2025, organisasi muda Islam ini menegaskan bahwa peniadaan nama MA bukan sekadar persoalan tidak diundang, melainkan bentuk pengabaian terhadap sejarah dan perjuangan ormas yang telah berdiri sejak 1916 tersebut.
“Kami juga biasanya mengadakan peringatan hari santri tersendiri di madrasah kami. Bukan soal itu, tapi soal meniadakan peran yang sudah diperjuangkan dari 1 abad yang lalu,” bunyi salah satu poin dalam surat tersebut, seperti diperoleh oleh media. Surat itu menambahkan, kiprah Mathla’ul Anwar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa seolah dinilai tidak ada.
Menanggapi hal ini, Sudani, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Generasi Muda Mathla’ul Anwar (Gema MA) Kabupaten Pandeglang, menyatakan bahwa pihaknya merasa dikucilkan secara sistematis.
“Ini bukan sekadar kesalahan administrasi atau ketidaksengajaan. Ini adalah bentuk penghapusan sejarah dan pengabaian terhadap kontribusi nyata Mathla’ul Anwar, khususnya di Banten, tanah kelahirannya sendiri,” tegas Sudani kepada awak media, Selasa (15/10/2025).
Sudani menekankan bahwa Mathla’ul Anwar bukan hanya sebagai ormas, tetapi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah pendidikan dan perjuangan di Pandeglang bahkan Banten. Ia mengingatkan bahwa tokoh-tokoh MA merupakan inisiator berdirinya Provinsi Banten.
“Bagaimana mungkin sebuah ormas yang memiliki akar sejarah begitu dalam, yang telah melahirkan banyak kader bangsa, justru ditiadakan dalam acara berskala nasional seperti HSN di daerahnya sendiri? Ini sangat tidak menghargai,” ujarnya dengan nada kecewa.
Tuntutan Klarifikasi dan Mosi Tidak Percaya
Sebagai bentuk protes yang lebih lanjut, dalam suratnya, Gema MA tidak hanya meminta klarifikasi tetapi juga menyatakan sikap politik yang tegas.
“Kami, GEMA MA menyatakan mosi tidak percaya kepada Kemenag Pandeglang, harus jadi bahan evaluasi, agar kepala Kemenag di copot dari jabatannya,” tulis surat tersebut secara eksplisit. Selain itu, mereka juga menuntut agar Panitia HSN menyampaikan klarifikasi resmi kepada media mengenai masalah undangan ini.
Sudani membenarkan bahwa tuntutan tersebut adalah sikap resmi organisasinya. “Pernyataan mosi tidak percaya itu adalah bentuk kekecewaan tertinggi kami. Kami meminta ada evaluasi mendalam dan pertanggungjawaban moral dari pimpinan Kemenag Pandeglang. Jika perlu, memang harus ada tindakan tegas dari atasan beliau,” papar Sudani.
Ia menambahkan bahwa klarifikasi terbuka kepada media diperlukan untuk mengembalikan marwah dan kontribusi historis Mathla’ul Anwar yang dianggap terinjak-injak.
Sebagai bagian dari dokumen, terlampir dua buah foto yang diduga sebagai bukti surat undangan Kick Off HSN 2025 yang dikeluarkan oleh Panitia HSN dan Kemenag Pandeglang. Satu foto bertanggal 14 Oktober 2025 pukul 15:30 dan lainnya 11 Oktober 2025 pukul 15:20, keduanya tertanggal pada tahun 2025. Surat permohonan klarifikasi sendiri ditandatangani sehari setelah tanggal yang tertera pada salah satu undangan, yaitu pada 13 Oktober 2025.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Kemenag Kabupaten Pandeglang maupun Panitia Kick Off HSN 2025 setempat mengenai protes dan tuntutan yang diajukan oleh DPD Gema MA Kabupaten Pandeglang.
Insiden ini diprediksi akan menimbulkan gelombang reaksi dari berbagai kalangan, mengingat posisi strategis dan sejarah panjang Mathla’ul Anwar, khususnya di wilayah Banten.// Red







